Keratokonus: Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan dalam Oftalmologi Modern
Pada masa kecil, semuanya tampak normal. Suka membaca dan baru sekitar usia 25 tahun mulai merasakan kelelahan pada mata. Saat itu, kuliah hampir selesai, dan ritme membaca semakin intens. Selalu bangga dengan mata hijau yang dimilikinya, tetapi mata itu tampak lelah, seolah-olah membutuhkan bantuan. Untuk pertama kalinya, ia memutuskan untuk menemui Dokter Mata. Setelah beberapa pemeriksaan, datanglah diagnosis: keratokonus.
Menerima diagnosis kondisi mata memang tidak mudah. Namun, memahami bahwa tubuh manusia adalah mesin yang memerlukan perawatan dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan. Ilmu kedokteran terus mengalami kemajuan, termasuk dalam bidang oftalmologi. Dalam artikel ini, pelajari gejala, metode diagnosis, dan pilihan pengobatan untuk keratokonus.
Apa Itu Keratokonus?
Untuk memahami keratokonus, pertama-tama kita perlu mengenal mekanisme penglihatan. Struktur mata terdiri dari beberapa bagian, dan berikut adalah empat yang paling dikenal:
- Kornea: Bagian terluar mata yang transparan, berfungsi seperti kaca arloji yang memungkinkan cahaya masuk dan difokuskan oleh retina.
- Iris: Bagian berwarna yang mengelilingi pupil, mengontrol jumlah cahaya yang masuk.
- Pupil: Lubang kecil di tengah iris yang mengatur seberapa banyak cahaya yang masuk ke mata.
- Retina: Lapisan dalam mata yang mengirimkan sinyal melalui saraf optik ke otak untuk membentuk gambar yang kita lihat.
Istilah keratokonus berasal dari bahasa Yunani "kerato" (kornea) dan "konus" (bentuk kerucut). Ini adalah penyakit tidak inflamasi yang menyebabkan penipisan dan perubahan bentuk kornea menjadi lebih kerucut. Akibatnya, penglihatan menjadi terdistorsi. Penyakit ini umumnya mempengaruhi kedua mata, meskipun bisa dalam tingkat keparahan yang berbeda.
Namun, jangan khawatir! Ada berbagai metode pengobatan yang dapat membantu menangani kondisi ini. Simak selengkapnya di bawah.
Penyebab Keratokonus
Dalam dunia kedokteran, penting untuk tidak membuat generalisasi. Namun, umumnya, keratokonus terdeteksi sekitar usia 20 tahun dan cenderung stabil pada usia 40 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi faktor genetik adalah salah satu kemungkinan yang paling besar. Selain itu, ada kebiasaan yang sangat berbahaya bagi kesehatan kornea…
Jangan Menggosok Mata!
Salah satu rekomendasi utama bagi penderita keratokonus adalah tidak menggosok mata. Kebiasaan ini dapat mempercepat perkembangan penyakit. Untuk mengatasi mata kering atau iritasi akibat paparan layar, gunakan tetes mata pelumas. Mengendalikan alergi mata juga sangat penting agar kondisi ini tidak memburuk.
Gejala dan Diagnosis Keratokonus
Gejala keratokonus yang paling umum adalah:
- Penglihatan kabur
- Sensitivitas tinggi terhadap cahaya
Diagnosis dilakukan melalui berbagai pemeriksaan, termasuk:
- Topografi komputerisasi
- Keratometrik
- Tomografi kornea
- Aberrometri mata dan kornea
- Mikroskopi spesular
- Pachimetry ultrasonik
Pengobatan keratokonus harus dipersonalisasi, tergantung pada usia, tingkat keparahan penyakit, dan apakah terdapat kondisi mata lain. Dalam banyak kasus, kacamata tidak cukup efektif, tetapi dapat membantu pada tahap awal penyakit. Mari kita lihat beberapa metode pengobatan yang tersedia.
Pengobatan untuk Keratokonus
1. Lensa Kontak
Lensa kontak membantu menciptakan permukaan kornea yang lebih rata, meningkatkan kualitas penglihatan. Namun, tidak menghentikan perkembangan penyakit. Terdapat berbagai jenis lensa kontak, termasuk:
- Lensa keras
- Lensa lunak khusus
- Lensa skleral (lebih besar dan lebih nyaman, bertumpu pada bagian putih mata)
2. Cincin Intrakorneal (Ferrara dan Intacs)
Bagi mereka yang tidak dapat menggunakan lensa kontak, cincin intrakorneal bisa menjadi pilihan. Ini adalah prosedur cepat di mana cincin akrilik ultratipis dimasukkan ke dalam kornea untuk membantu memperbaiki bentuknya. Setelah operasi, pasien mungkin tetap perlu menggunakan kacamata atau lensa kontak. Hasil stabilisasi biasanya terlihat setelah 3 bulan.
3. Crosslinking Kolagen
Crosslinking bertujuan untuk menghentikan perkembangan keratokonus dengan:
- Mengaplikasikan tetes mata riboflavin (vitamin B2)
- Menggunakan cahaya UV-A untuk memperkuat serat kolagen kornea
Prosedur ini relatif cepat dan hasilnya biasanya stabil setelah 30 hari, meskipun bervariasi untuk setiap pasien.
4. Transplantasi Kornea
Transplantasi dilakukan jika terjadi kerusakan parah pada kornea, seperti:
- Jaringan parut akibat keratokonus lanjut
- Penglihatan yang sangat terganggu setelah metode lain gagal
Ada dua jenis transplantasi:
- Transplantasi penetrasi (tradisional): Seluruh kornea diganti.
- Transplantasi lamelar dalam (modern): Hanya mengganti bagian yang rusak, dengan risiko lebih rendah terhadap penolakan.
Kesimpulan
Sekarang Anda telah memahami lebih lanjut tentang keratokonus, pastikan untuk menjalani Pemeriksaan Mata tahunan guna menjaga kesehatan mata Anda! Jika Anda mengalami gejala seperti penglihatan kabur atau silau berlebihan, segera konsultasikan dengan dokter mata.
Mata adalah jendela dunia – rawatlah dengan baik! 👁️✨